1/15/2022

Mundurnya Presiden Soeharto dan Runtuhnya Kekuasaan Orde Baru di Indonesia

aksi pendemo pada saat masa akhir Orde Baru via studdmaster.blogspot.co.id
Krisis moneter yang di alami bangsa Indonesia pada masa Orde Lama. Pada akhirnya terjadi juga di akhir-akhir pemerintahan Orde Baru. Hal ini memicu berbagai demonstrasi menuntut perbaikan ekonomi dari berbagai pihak. Lebih dari itu, krisis moneter tersebut ternyata menjalar ke krisis-krisis lainnya sehingga dinamakan krisis multidimensional.

1. Kondisi kehidupan bangsa di akhir Orde Baru

Krisis moneter di Indonesia sesungguhnya di awali dengan krisis yang terjadi di Thailand terlebih dahulu pada awal Juli 1997. Di Indonesia, krisis moneter menyebabkan merosotnya nilai tukar rupiah, peningkatan jumlah pengangguran, dan kelangkaan bahan kebutuhan pokok. Hal ini di sikapi pemerintah dengan menaikkan harga BBM. Tentu saja hal ini memicu ketidakpuasan rakyat karna kenaikkan BBM diikuti oleh naiknya bahan-bahan kebutuhan pokok. Dengan dipelopori golongan mahasiswa, terjadilah aksi demo di berbagai kota di Indonesia.

Pada awal tahun 1997, yaitu menjelang pemil, sebenarnya telah terjadi banyak demonstrasi menuntut agar Presiden Soeharto tidak dicalonkan kembali menjadi presiden pada waktu pemilihan. Namun, hal ini tidak digubris oleh para elit politik yang duduk di kursi MPR. Hal ini semakin memicu ketidakpuasan rakyat yang dimotori mahasiswa. Pada tanggal 16 Januari 1998, lebih dari 500 mahasiswa menggelar aksi keprihatinan di kampus ITB, aksi ini kemudian menjalar pada gerakan mahasiswa secara nasional. Pada prinsipnya, mereka menuntut tiga hal, yakni turunkan harga kebutuhan pokok, hapuskan monopoli KKN yang semakin merebak, dan suksesi kepemimpinan nasional.

Puncak kemaran mahasiswa terjadi ketika Soeharto di lantik kembali menjadi presiden Indonesia periode 1998-2003, apalagi ini diikuti oleh tampilnya keluarga dan kroninya dalam pemerintahan. Aksi mahasiswa di kala itu menjadi semakin gencar dan membrutal. Tuntutan turunkan harga kemudian dapat diartikan pula turunkan Soeharto. Hal ini kemudian disebut dengan gerakan Reformasi.


2. Ketidakpuasan rakyat terhadap Orde Baru

a. Dominasi Golkar dalam perpolitakan nasional
Pemilu merupakan pesta demokrasi. Namun, hal ini sepertinya tidak dirasakan pada era Orde Baru. Sebanyak enam kali pemilu yang di lakukan di era Orde Baru, hanya pemilu pertama yang berkontestan 10 partai, selanjutnya hanya 3 partai termasuk penguasa. Dari awal pemilu Orde Baru, kesemuanya dimenangkan oleh Golkar yang selalu memperoleh suara mutlak. Hal ini karena semua elemen pemerintah (pegawai negeri diharuskan memilih Golkar dalam pemilu). Bahkan di tahu 1997, Golkar memperoleh suara sangat mutlak.
b. Tidak meratanya hasil pembangunan
Pembangunan di Indonesia ternyata hanya dipusatkan di Pulau Jawa saja. Daerah-daerah luar Jawa ternyata masih tertinggal, seperti di Kalimantan Timur, Riau, Papua, dan Daerah Istimewa Aceh. Padahal daerah-daerah tersebut menyumbang devisa yang cukup besar bagi negara. Selain itu, pembangunan hanya dirasakan oleh sekolompok kecil golongan yang tentunya dekat dengan kekuasaan.
c. Rapunya sistem kekuasaan Orde Baru
Sistem kekuasaan Orde Baru yang berkembang adalah sistem sentralik militeristik. Hal ini berarti semua pemerintahan berpusat pada satu kekuasaan, yaitu presiden. Ini menyebabkan kemampuan dan potensi daerah cenderung diabaikan. Tentu paham paternalistik ini membuat hubungan yang tidak wajar antara masyarakat dengan negara. Hal ini pula yang menyebabkan budaya KKN dapat tumbuh dengan suburnya.

3. Mundurnya presiden Soeharto sebagai penguasa Orde Baru

a. Demonstrasi mahasiswa
Desakan atas pelaksanaan Reformasi dalam kehidupan nasional dilakukan mahasiswa dan kelompok pro-Reformasi. Pada tanggal 7 Mei 1998 terjadi demonstrasi mahasiswa di Universitas Jayabaya, Jakarta. Demonstrasi ini berakhir bentrok dengan aparat dan menyebabkan 52 mahasiswa terluka. Sehari kemudian, demonstrasi terjadi di Yogyakarta (UGM dan sekitarnya). Demonstrasi ini juga berakhir bentrok, bahkan menewaskan seorang mahasiswa bernama Mozez Gatotkaca
b. Peristiwa Trisakti
Tuntutan mundurnya Presiden Soeharto semakin gencar disuarakan di berbagai daerah. Pada tanggal 12 Mei 1998, empat mahasiswa Trisakti tewas tertembak saat domonstrasi. Mereka adalah Elang Mulya Lesmana, Hery Hertanto, dan Hafidi Royan. Peristiwa ini mengundang simpati tokoh Reformasi dan mahasiswa Indonesia.
c. Kerusuhan Mei 1998
Penembakan mahasiswa Trisakti menyulut demonstrasi yang lebih besar. Pada tanggal 13 Mei 1998, terjadi kerusuhan, pembakaran, dan penjarahan di Jakarta dan Solo. Sementara itu, pada tanggal 14 Mei 1998, demonstrasi semakin meluas. Bahkan, para mahasiswa mulai menduduki gedung-gedung pemerintah pusat dan daerah. Puncaknya adalah pendudukan Gedung DPR/MPR oleh para mahasiswa. Akhirnya, hal ini membuat ketua DPR/MPR Harmoko meminta presiden untuk segera mengundurkan diri. Presiden sendiri berjanji akan mempercepat pemilu yang di nyatakan setelah mengundang tokoh-tokoh nasional, seperti Nurcholis Madjid dan Gus Dur ke Istana Negara. Akan tetapi, hal ini tidak mendapat sambutan baik dari rakyat.
d. Pengunduran diri Presiden Soeharto
Pada dini hari tanggal 21 Mei 1998, Amien Rais selaku ketua pengurus pusat Muhammadiyah menyatakan "Selamat tinggal pemerintahan lama dan selamat datang pemerintahan baru". Ini beliau lakukan setelah mendengar kepastian dari Yusril Izha Mahendra. Akhirnya pada pukul 09.00 WIB, presiden membacakan pernyataan pengunduran dirinya.


4. Kondisi kehidupan bangsa pasca Orde baru

Kondisi bangsa Indonesia pasca pengunduran presiden Soeharto dapat dikatakan tidak teratur. Reformasi yang didengung-dengungkan telah membuat masyarakat bersifat anarkis. Kebebasan masyarakat dari kekuasaan Orde Baru menjadi kebablasan. Berbagai aksi penjarahan tokoh, aksi kebrutalan, tindakan melawan hukum telah menjadi pembenaran terhadap pelampiasan kemarahan rakyat. Beban yang di tanggung pemerintah barupun cukup berat. Krisis moral adalah masalah kedua yang harus dihadapi setelah krisis ekonomi.

Baca Juga : Keberhasilan Revolusi Hijau Orde Baru

Kondisi yang carut marut ini tentu bukan tanggapan yang seharusnya dibenarkan dalam menanggapi ketidakpuasan terhadap pemerintahan Orde Baru. Ketidakadilan tidak harus ditanggapi dengan hal yang buruk pula. Namun, sikap radikal ini nyatanya telah mampu menggulingkan kekuasaan Orde Baru. Akan tetapi, permasalahannya adalah mau di bawa kemana bangsa dan negara Indonesia ini setelah tumbangnya Orde baru. Apakah pemerintahan yang baru tidak akan "gila kekuasaan" seperti yang di anggap ada pada pemerintahan Orde Baru. Pada kenyataannya, Reformasi seolah hanya sebuah ritual kerusuhan dan penggulingan suatu rezim kekuasaan. Tidak ada kemajuan yang berarti yang dapat di capai di era Reformasi ini. Lalu pertanyaannya adalah sampai kapankah kondisi ini akan terus berlangsung. Apakah negeri ini akan selalu tertinggal dan dimanfaatkan oleh bangsa lain.

Reformasi bukanlah perkara mudah. Selama masih ada orang orang yang berpandangan sempit memikirkan diri sendiri, reformasi tidaklah dapat dijalankan sebagaimana mestinya. Reformasi bukanlah gerakan perubahan dari segelintir orang, namun hal ini adalah sebuah gerakan yang harus didukung oleh semua elemen bangsa Indonesia. Bagaimana sistem pemerintahan kita dapat berjalan lebih baik jika budaya mementingkan diri sendiri masih mangakar di kehidupan kita. Kita para generasi muda seharusnya mampu merenungkan hal tersebut, karena di tangan kitalah negara ini kelak akan di serahkan.

Kebijakan-kebijakan pemerintahan pasca Orde Baru saat ini mulai stabil. Masih banyak perubahan-perubahan aturan yang dilakukan pasca runtuhnya Orde Baru, Hal ini bertujuan untuk mendapatkan hasil yang dinamakan Reformasi sejak tahun 1998. Akan tetapi perubahan itu hanyalah bersifat formalitas belaka karena tidak ada kesungguhan untuk mencapai perubahan ke arah yang lebih baik.

Berbagai sumber, semoga bermanfaat ya

No comments:

Post a Comment