1/13/2022

Bertemu

Menara
Entah berapa lama kita dipisahkan jarak. Kau ditimur sedangkan aku dipelataran sebelah barat. Kita tidak pernah saling bicara panjang lebar hanya saja sesekali saling tanya kabar. Aku geli sendiri jika mengingatnya kenapa kau masih begitu betah.

"Sekarang sibuk apa? Masih tinggal dirumah lama?". Suatu ketika dipertemuan yang tidak direncanakan, disebuah restoran cepat saji yang baru saja mem-booming itu. Aku tak ingin mengusut sumber pertanyaan tersebut berasal dari mana, apa benar kau ingin tahu keadaanku, atau barangkali hanya ingin membuka suasana yang sejak tadi kaku.

Restoran agak lenggang dari pelanggan, padahal waktu makan malam telah tiba. Aku memilih teh botol dingin setelah kawan sebaya disampingku menawarkan untuk makan. Bukan karena tak ingin makan, memang sejak dari siang perutku belum diisi nasi, namun tiba tiba saja aku berpikir sedang tak ingin makan. 

"Baik kok, iya masih dirumah lama". Sepersekian detik suasana senyap, kau hanya menganggukan kepala sambil sesekali memasukan nasi kemulut. Aku mencoba tenang, aku sadar aku baru saja menjawab pertanyan yang sejak tadi mengganggu di kepala. Kenapa juga harus mencari tau seberapa penting pertanyaan itu.

Beberapa waktu lalu, aku tak sengaja mendengar kabar burung tentang laki-laki matang yang siap melamarmu. Tentu saja kabar burung ini tidak akan aku perjelas dengan menanyakannya langsung kepadamu. Untuk apa? pikirku. Bagiku kau cukup jadi manuskrip yang tak harus selesai, dan memang tidak selesai, itu akan lebih indah. Meperhatikanmu dari jauh.

Kau begitu kokoh diingatan, kadang ada waktu yang sengaja aku biarkan kosong untuk membayangkan suara seorang ibu yang memanggil anaknya untuk makan. "nak makan dulu, ayah sudah pulang". Tak jauh dari situ aku masuk dan menghampiri anak yang sedang bermain tersebut dan menggendongnya. Aku semakin geli jika membayangkan jika seorang ibu itu adalah kau.

Sungguh, aku pernah bertanya mengapa pikiran itu ada, pikiran untuk selalu memikirkanmu, perasaam itu ada, perasaan untuk merasakanmu. Aku tak pernah berkehendak kedua hal itu ada dan membayang. Dan jika bisa membuang perasaan itu jauh-jauh, akan lakukan. Atau mungkin saja itu semua diluar kemampuanku membuatmu betah dan bertahan. Rangkain peristiwa itu mulai berbaris rapih dan sejajar di dalam kepala menunggu giliran untuk diperiksa. Aku semakin jijik dengan keadaanku.

"Sekarang sibuk ngajar ya?"
"Iya, ngajar" Jawabmu dengan senyum yang pernah ku kenal dulu.

Aku tak pernah bisa lupa, benar saja. Aku masih ingat senyum itu, senyum yang membuatku rajin mengerjakan tugas latihan matematika ketika duduk di bangku kelas dua menengah atas dulu. Masih sama, cuma saja sekarang bibir itu sudah dilukis entah dengan apa yang aku sendiri juga tak paham.

Setalah minta diri untuk pulang, aku baru sadar kita baru saja bertemu, senyum itu terakhir kali aku lihat beberapa tahun yang lalu, dihari kelulusan menengah atas dulu. Masih sama, semuanya masih sama, hanya saja keadaan dan kesempatanya yang berbeda. Jika dulu aku masih bisa jujur untuk bilang "hampir setiap saat aku memikirkanmu". Sekarang, tentu saja tidak.

Sehat selalu.

No comments:

Post a Comment