4/15/2023

Bisa saja ini pelampiasan perasaan semata

24 
Kisah ini berawal dari sebuah story aplikasi WhatsApp. Tanpa sengaja aku mengomentari story yang baru saja ia buat. "Nanti main sama kakak ya".

Beberapa menit kemudian pesan balasan masuk. "Boleh kak, tapi aku masih cupu mainya. Nggak masalah kan?".

"Iya, nggak papa". jawabku.

"Jagain aku ya kak".

Percakapan singkat inilah yang menjadi awal dari kegilasaan itu. Ini bukan awal dari perkenalan, kami saling mengenal sejak awal masa orientasi mahasiswa baru dulu, kebetulan kami satu pleton waktu itu. Percakapan serupa akan sangat biasa menurutku, dan tidak berlebihan. Mengomentari moment yang baru saja dia alami. Hanya saja saat itu ia baru saja putus dari kekasihnya, yang masih aku kenal dengan baik.

Hari-hari berlalu, kami berdua semakin akrab dengan nada-nada dan kalimat sayang. Hampir tiada bedanya seperti orang yang sedang dilanda asmara. Saling berbagi kabar, tak jarang saling bercerita. Yang aku ingat, ia seringkali bercerita tentang perlakuan kekanak-kanakan mantan pacarnya kepadaku. Seakan-akan matahari pagi, aku bersikap seperti orang yang menyelamatkannya dari gelap malam, kemudian meneranginya dengan hangatnya sinar matahari pagi. Andai saja aku tidak terburu-buru.

Tak jarang perselisihan terjadi diantara kami berdua. Namun, kami berhasil melaluinya dengan amat baik. Seakan-akan kami terlatih melewati hal tersebut.

Semua terasa indah, setidaknya kini aku merasakan hasrat memiliki seseorang yang bisa aku jadikan tempat peraduan perasaan sekaligus tempat berbagi.

Aku seakan lupa dari mana aku berdiri dan memulai. Aku menghidupimu kau menghidupiku.

...

Sampai suatu ketika, perlakuannya berbeda. Ia terlihat sibuk sendiri, entah mengapa. Aku mencoba memberi jalannya jalan. Namun, tak ia perdulikan. Mungkin ada yang salah? Entahlah.

Pada akhirnya aku tau, perhatiannya terbagi. Ia tau aku menyadari kehadiran yang lain dihadapannya. Namun, ia tak begitu peduli. Aku cemburu.

Berusaha melarang dan memberinya tau bahwa aku cemburu jalan pertama yang aku lakukan. Berharap keadaan berbalik dan berpihak kepadaku. Kenyataan berkata lain, ia semakin asik dan tak hirau dan membuatku semakin kusut.

Sebenarnya kecurigaan ini sudah ada sebelumnya, aku cuma bersikap percaya bahwa ia pasti tak akan sampai hati berbuat demikian.

Seakan tak peduli, ia malah secara terang terangan mempertontonkan hubungan barunya kepadaku. Aku masih bersikap sama, diam dan bingung.

Bingung. Lalu kenapa harus aku yang ia perlakukan seperti ini. Bukankah aku matahari itu. Apakah ia tak ingat? Atau hanya aku yang terlalu berangan demikian.

Aku tersadar. Aku yang salah menggapnya terlalu cepat, aku tak punya hak atas diri dan persaannya. Apa yang terjadi kemarin dan apa yang aku lakukan kemarin seperti sebatas pengobat laranya saja, sampai akhirnya ia bisa terbang mencari "rumah baru".

Aku putuskan menjauh, aku tak tau harus kemana. Yang aku tau, aku harus pergi meninggalkan kesibukan barumu. Kau tak jahat menurutku. Hanya saja aku yang beranggapan lebih.

Dan dari kisah ini aku belajar, kadang apa yang kita berikan, bisa saja dibalas dengan hal lain yang belum tentu baik untuk kita.

Jika apa yang aku anggap baik adalah kau bersamaku. Tapi tidak menurutnya.

Semua hanya pelarian saja. Pelampian perasaan sakit hati. Sampai akhirnya ia mampu berdiri lagi. Terima kasih atas pelajaran itu.

No comments:

Post a Comment