2/12/2023

Ketika detak hati bertanya tentang kemana hidupmu akan kau bawa?

Waktu pagi image by google.com
Senin pagi, matahari cerah menyinari permukaan kota dimana aku berada. Tak ubah seperti lampu yang disusun sejajar rapat untuk menyinari ruangan restoran ditempat aku bekerja. Didalamnya tak ada muka yang terlipat muram akan sebuah masalah. Sama seperti pagi ini di kota, semua muka terlihat bahagia menyambut pagi hari yang begitu cerah. Menurut mereka yang entah siapa, pagi adalah sebuah anugrah yang indah, pikiran dan perasaan akan terasa berbeda di kala pagi.

Sekelompok anak laki-laki berseragam Sekolah Menengah Atas terlihat sibuk mengendarai sepeda motor jenis motor bebek menuju tempat peraduan ilmu. Senyum mereka terlihat polos, seperti tak terlihat kekhawatiran akan masa yang akan mereka lalui. Disudut yang lain, dua orang ibu-ibu terlihat menenteng kantong yang entah apa isinya, dan seolah bercerita tentang apa yang telah suami mereka lakukan sehari sebelumnya.

Sementara aku masih enggan pergi, menyaksikan kesibukan mereka di waktu pagi. Terasa berbeda dengan apa yang aku rasakan dipagi ini. Hati tak berhenti bertanya siapa kau nahkoda hati?

Beberapa hari terakhir ini, tubuh seperti enggan di ajak berdiskusi. Maklum saja, melihat jadwal kerja yang bisa dibilang tidak biasa. Bayangkan saja, diperusahaan tempat aku bekerja memiliki tiga waktu shift berbeda. mulai dari shift pagi yang di mulai dari pukul 07.00 pagi hingga pukul 15.00, shift sore di mulai 15.00 sampai 23.00, dan diteruskan shift malam yang di mulai pukul 23.00 hingga pukul 07.00 pagi. Setiap periode shift akan di putar selama seminggu, dan terus di ganti setelah periode shift berakhir pada minggu sebelumnya. Susahnya mengatur waktu istirahat itu yang selalu terbayang. Namun, begitulah realita bekerja di sebuah perusahaan. 

Mungkin, itu yang membuat hati selalu bertanya, "Sampai kapan kau begini? Hari-harimu dipenuhi dengan sesaknya jadwal? Bisakah kau luangkan waktumu? kemana hidup akan kau bawa? Apakah akan terus begini?". 

Terbesit khayal memiliki banyak waktu tanpa harus terikat dengan jam kerja yang padat, berbagai usaha telah di coba, namun tetap saja menemui jalan akhir yang gagal. Kebutuhan dan keperluan sehari-hari akhirnya menuntun jalan untuk bekerja diperusahaan, namun itulah resiko bekerja di perusahaan. Waktu akan tersita begitu banyak hanya untuk melunasi "dikte" loyalitas kepada perusahaan. Itu harus, jika tidak kata "pecat" yang akan diterima. 

Banyak yang bilang hidup itu kita yang tentukan, untuk dan jadi apa dikemudian hari, memang benar. Tapi kita juga tidak bisa begitu saja menutup mata akan sebuah keterbatasan yang kita miliki. Bisa saja kita paksakan. Bermimpi menjalani hidup dengan apa yang kita ingini, berusaha, kemudian mendapatkan hasil. Ah sudahlah

"Yeeeee ngelamun" Ucap salah satu teman membangunkanku dari lamunan bimbang.

"Hidup itu kita yang tentuin bro, kemana dan jadi apa itu kita sendiri yang nentuin. Yang pasti niat dan semua perencanaan haru sudah ada di hati, jadi jangan pernah takut bermimpi" Tiba-tiba saja dia berkata demikian tanpa aku menceritakan apa yang sebenarnya aku rasakan.

"Duluan ya" Sembari menepuk bahuku, tanpa aku sempat berkata apa-apa.

Apa mungkin dia pernah merasakan hal yang selama ini aku bimbangkan atau mungkin kebetulan saja, tapi yang jelas argumen itu jadi jawaban yang paling benar untuk hal yang selama ini aku bimbangkan. 

"Tak ada yang harus ditakutkan, seharusnya. Jadi, semuanya bergantung dari bagaimana kita memandang hidup dan bermimpi untuk jadi apa kita di kemudian hari". Aku berdiri kemudian beranjak pergi dari lamunan pagi.

Senin, September 2017 

No comments:

Post a Comment