Images by : berdikaribook.red |
Sore itu dipelantaran teras rumah, duduk aku di antara obrolan sepasang suami istri yang tak lain adalah pamanku sendiri. Aku hanya duduk diam, mendengarkan obrolan mereka yang jelas bercerita tentang keluh kesah mereka terhadap hidup dan tarap ekonomi mereka.
Sesekali tawa pecah dan tak jarang kami diam tanpa bicara. Dari semua obrolan mereka ada yang membuatku berpikir dua kali untuk memberi mereka lebel sebagai "orang tua pengeluh". Walaupun mereka tergolong keluarga kelas ekonomi menengah kebawah, tapi soal pendidikan dan kepedulian terhadap cerahnya masa depan mereka punya kelas.
Aku kagum dengan sikap paman tentang semangat dan mimpinya untuk terus bekerja demi masa depan anak semata wayangnya.
Pamanku adalah seorang petugas pekerja umum di kota yang terletak tak jauh dari tempat tinggal kami. Dia akan bangun pagi pagi sekali untuk berangkat kerja dan pulang ketika hari menjelang petang, itu akan belangsung selama lima hari setiap minggunya.
Walau kadang kala gaji yang ia terima hanya cukup untuk makan, mereka tak lupa akan pendidikan anaknya. Ia bermimpi untuk menyekolahkan anaknya hingga ke perguruan tinggi. Walaupun ia harus kerja mati matian. Matanya berkaca ketika menceritakan mimpinya.
Aku kagum dengan semangat paman untuk terus bisa menunjang mimpi anaknya yang kini berusia 6 tahun itu. Aki semakit sadar, betapa pedulinya para orang tua terhadap pendidikan anak-anaknya. Walau tak jarang banyak pelajar yang terkesan "seenaknya" menikmati kemampuan orang tua untuk menyekolahkan mereka.
Aku semakin semangat untuk tak takut bermimpi, tekadku semakin kuat untuk terus belajar. Dari semangat mereka, aku akan terus belajar, dan terus belajar. Meskipun harus merangkak.
Sore itu aku belajar, bahwa tak semua orang tua hanya berpikir uang adalah prioritas utama untuk hidup. Tentu pendidikan yang sangat berperan penting untuk kehidupan manusia itu sendiri.
Teruslah belajar,
No comments:
Post a Comment