1/15/2022

Widji Thukul : Hanya ada satu kata, lawan!

balagia.blogspot.com
Gambar via Barisan pengingat wahyu susilo
Hanya ada satu kata : Lawan!. Kalimat ini akan begitu familiar bagi mereka yang biasa membaca literatur sejarah kisah hidup sastrawan dan aktivis hak asasi kemanusiaan dari Widji Thukul. Thukul, begitu panggilan akrabnya, merupakan salah satu aktivis yang menolak serta melawan penindasan yang terjadi pada masa Orde Baru. Banyak upaya yang ia lakukan sebagai bentuk dari perlawan terhadap penindasan yang terjadi pada masa Orde Baru, salah satunya adalah puisi.

Penguasa pada saat itu telah menuding puisi-puisi yang dibacakan Widji Thukul telah menghasut para aktivis lain untuk melawan pemerintah Orde Baru. Namun, sejak kepergiannya dari rumah, setelah runtuh pemerintahan Soeharto, bahkan sampai saat ini Widji Thukul dinyatakan hilang, ia tak juga pulang dari pelariannya. Banyak yang menduga Widji Thukul telah menjadi korban penculikan menjelang prahara Mei 1998.

"jika kau menghambah kepada ketakutan, kita memperpanjang barisan perbudakan"


Masa kecil Widji Thukul

Widji Thukul, lahir dengan nama asli Widji WIdodo, di Surakarta, 26 Agustus 1963. Ia merupakan seorang sastrawan dan aktivis kemanusian yang giat melawan penindasan rezim Orde Baru. Bulan Agustus tahun 1996, ia pamit kepada istrinya untuk bersembunyi. Sejak saat itu ia pindah dari satu kota, ke kota lain untuk menghindar dari kejaran pasukan militer Orde Baru yang saat itu berkuasa.

Widji Thukul, atau biasa di panggil Thukul, merupakan anak sulung dari tiga bersaudara. Ia lahir dari keluarga Katholik dengan keadaan ekonomi yang sederhana di Surakarta. Ayah Widji Thukul adalah seorang penarik becah, sedangkan ibunya adalah seorang ibu rumah tangga yang kadang membantu perekonomian keluarga dengan menjual bumbu masakan.

Ketertarikan Thukul menulis puisi sudah terlihat ketika ia menginjak bangku Sekolah Dasar, dimasa masa ini dia belajar menulis puisi. Ketika duduk SMP, lebih tepatnya SMP Negeri 8 Solo, ia mulai tertarik dengan dunia teater, kemudian bergabung dengan kelompok Teater Jagat, bahkan dengan kelompok ini juga ia pernah ngamen puisi dari kampung ke kampung, dan sekitaran perkotaan. Bukan hanya itu, Thukul juga pernah menjadi seorang calo karcis bioskop dan seorang pelitur di perusahaan mebel untuk menopang perekonomian keluarga.

Pada bulan Oktober 1989, Thukul menikah dengan Siti Dyah Sujirah atau biasa di panggil Sipon yang pada saat itu berprofesi sebagai buruh. Dan dari pernikahan ini Widji Thukul dan Siti Dyah Sujirah di karuniai seorang anak perempuan bernama Fitri Nganthi Wani dan seorang anak laki-laki yang diberi nama Fajar Merah yang lahir pada tanggal 22 Desember 1993.

Siang itu dia pamit dan tak pernah kembali

Pada suatu siang bulan Agustus 1996, Widji Thukul pamit kepada istrinya untuk pergi bersembunyi dari kejaran jenderal-jenderal yang marah. Ia pergi bersembunyi dari desa satu ke desa yang lain, dari satu kota ke kota yang lain. Jenderal yang berkuasa pada masa itu menuding bahwa Widji Thukul telah menghasut para aktivis untuk melawan pemerintahan Orde Baru. Hingga sampai saat ini ia tak pernah kembali.

Kala itu, ketika Thukul berada di kota Solo sebagai Ketua Jaringan Kerja Kebudayaan Rakyat. Seperti aktivis lain, ia memutuskan untuk bersembunyi. Ditiap kota yang disinggahi, ia bersembunyi dirumah sabahat yang ia percaya. Dalam pelarian ini ia tetap menulis sajak puisi. Setelah Soeharto runtuh, dan para akitivis yang hilang telah kembali ke permukaan, Widji tukul tetap tak kembali. 

Para aktivis menganggap pihak keluarga telah melindungi Widji Thukul. Sebaliknya, keluarga Widji mengira Widji Thukul disembunyikan partai. Partai Rakyat Demokratik yang dicap sebagai aliran kiri oleh pemerintah pada saat itu, kemudian membentuk tim pelacak Thukul. Pencarian juga dilakukan oleh Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia pada saat itu. Namun semua usaha yang telah dilakukan tidak membuahkan hasil.

Pada Maret tahun 2000, istri Widji Thukul, Sipon. Secara resmi melapor ke Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KONTRAS) atas hilangnya Widji Thukul. Pencarian pun dilakukan, namun hasilnya nihil. Kuat diduga Thukul sudah meninggal. 

Karya Widji Thukul

Ada tiga sajak populer dan menjadi sajak wajib ketika harus berdemonstrasi, yaitu peringatan, sajak suara, dan bunga dan tembok. Ketiga sajak ini ada dalam antologi Mencari Tanah Lapang yang diterbitkan oleh Manus Amici, Belanda 1994. Sebenarnya antologi itu diterbitkan atas kerja sama KITLV dan Hasta Mitra, Jakarta. Nama penerbit fiktif Manus Amici digunakan untuk menghindar dari pelanggaran pemerintahan Orde Baru. 

Prestasi dan Penghargaan

  • Diundang untuk membacakan puisi di kedubes Jerman di Jakarta oleh Goethe Institut 1989
  • Tampil ngamen puisi di Pasar Malam Puisi Erasmus Huis atau pusat kebudayaan Belanda, di Jakarta pada tahun 1991
  • Memperoleh Wertheim Encourage Award yang di berikan Wertheim Stichting, Belanda, bersama WS Rendra pada tahun 1991
  • Dianugrahi Yap Thiam Hiem Award pada tahun 2002
  • Penghargaan kepada Widji Thukul dalam bentuk film dokumenter tentang dirinya yang di buat oleh Tinuk Yampolsky pada tahun 2002
Semoga ini semua menjadi pelajaran bagi kita, sebagai generasi penerus. Sungguh amanat konstitusi bahwa setiap warga negara berkedudukan setara di muka hukum jelas belum tercapai. Dengan macam macam dalih, ada semacam previlese yang diberikan pemegang kekuasaan eksekutif dan yudikatif kepada kelompok tertentu dalam penyelesaian atau penuntasan suatu kasus. Semoga ini tidak berulang.

Baca Juga : Nikola Tesla

Sumber :
Wikipedia Indonesia
Majalah Tempo Edisi Khusus : Tragedi Mei 1998 Sampai 2013

No comments:

Post a Comment